Kamis, 07 Januari 2010

Semestinya Masyarakat Cerdas...



Seorang konsumen perusahaan leasing bersengketa dengan perusahaan tempat ia mengambil kredit mobil. Gara-gara ia telat membayar angsuran, perusahaan leasing menyita mobil kreditannya dan menetapkan si nasabah itu hanya mendapat pengembalian uang yang sudah dibayarkan Rp 5 juta. Si konsumen komplain karena ia sudah membayar 16 kali angsuran dan menuntut pengembalian uang angsuran sebesar Rp 15 juta.
 
             Sikonsumen yang semula bingung kemudian mendapat informasi tentang Badan Perlindungan Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta. Mengadulah ia ke sana. Pengurus BPSK kemudian mempertemukan pengadu dan perusahaan leasing yang suka seenaknya sendiri untuk mencari solusi masalah ini. Dalam sidang, majelis BPSK memutuskan, perusahaan leasing harus mengembalikan uang nasabah sebesar Rp 10 juta. ”Kami mengambil jalan tengah antara nilai Rp 5 juta dan Rp 15 juta. Kedua belah pihak sepakat, masalah pun selesai,” kata Wakil Ketua BPSK DKI Jakarta Aman Sinaga pekan lalu.
            Ini merupakan salah satu contoh kasus yang ditangani BPSK, sebuah badan yang namanya belum banyak dikenal masyarakat. Padahal, ia dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Meski sudah berusia 10 tahun, UU itu belum terasa efektif. Masyarakat belum banyak tahu soal UU tersebut plus BPSK yang menjadi tempat konsumen dan pelaku usaha mengadu.
          Direktur Perlindungan Konsumen Departemen Perdagangan Radu Sembiring dan pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Indah Suksmaningsih dan Sudaryatmo, mengakui kondisi itu. Maklumlah sosialisasi tentang BPSK amat kurang. Lagi pula, posisi BPSK serba sulit karena ia merupakan badan bentukan pemerintah pusat, tetapi pendanaannya diserahkan kepada pemerintah kota atau kabupaten. Akibatnya, menurut catatan Direktorat Perlindungan Konsumen di Indonesia, baru ada 42 BPSK, terbanyak di Jawa.
            Maka jamaklah bila banyak orang tak mengetahui BPSK yang bisa membantu mereka menyelesaikan persoalan dengan pelaku usaha atau jasa. Begitu keberadaan lembaga itu ditulis, Christ, warga Jakarta Barat, langsung menelepon Redaksi Kompas. ”Di mana alamat BPSK DKI Jakarta, saya baru dengar ada badan itu dan ingin mengadu ke sana,” ujarnya.
            Selama ini sebagian besar konsumen yang dirugikan pelaku usaha hanya berdiam diri. Kalaupun ada yang komplain, mereka menulis ke surat pembaca di media yang kadang-kadang malah dituduh mencemarkan nama si pelaku usaha.
             Padahal, konsumen berhak komplain jika mendapat perlakuan tak sesuai perjanjian dan aturan. Oleh karena ketidaktahuan mereka, sering pula masalah harus berakhir di pengadilan.
Ini pula yang terjadi atas Prita Mulyasari. Andai Prita dan warga lain mengadu ke BPSK, mereka akan mendapat solusi cepat dan murah sebab dasar putusan BPSK adalah hati nurani. Sumber : www.kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

Untuk pengisian Komentar dimohon untuk menulis komentar yang tidak mengandung UNSUR SARA

 
Mitra Konsumen Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template