Rabu, 06 Januari 2010

Menunggu Kiprah Badan Perlindungan Konsumen Nasional









DPR segera menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap 23 calon anggota BPKN.

          Kalau tidak ada aral melintang, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap 23 calon anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mulai 1 Juli mendatang. Setelah uji kelayakan dan kepatutan nama-nama kandidat akan diserahkan ke Istana untuk ditetapkan oleh Presiden. Ada harapan agar proses seleksi sudah selesai sebelum pemilu presiden 8 Juli mendatang. “Diharapkan selesai sebelum pemilihan,” ujar anggota Komisi VI DPR, Azam Azman Natawidjana.
           Fit and proper test calon anggota BPKN dilaksanakan di Komisi VI. Sebelumnya, para calon usulan Menteri Perdagangan itu wajib menyerahkan berkas-berkas administratif paling lambat Jum’at (26/6) pekan lalu. Uji kelayakan di Senayan sebenarnya hanya sebagai bentuk konsultasi Menteri ke anggota DPR sebelum Presiden menetapkan nama anggota BPKN.
          BPKN adalah badan yang secara struktural berada di bawah Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan. Badan ini berfungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
          Sayang, gaung keberadaan BPKN masih kurang terdengar. Ketika banyak kasus konsumen mencuat ke permukaan, badan ini nyaris tidak bersuara. Sebut misalnya dalam kasus terakhir, Prita Mulyasari. Kasus yang berawal dari keluhan konsumen rumah sakit itu berujung ke meja hijau. Beberapa orang konsumen perumahan yang menuliskan keluhan lewat surat pembaca juga bernasib serupa, harus duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa.
          Baca pula keluhan demi keluhan konsumen yang disampaikan lewat media massa. Ada lembaga yang merespon dengan baik, ada pula yang sebaliknya. Memang, saat isu zat berbahaya pada beberapa produk pangan beredar Agustus 2007 silam, Direktorat Perlindungan Konsumen bekerjasama dengan BPOM turun ke lapangan. Lantas, dimanakah posisi BPKN dalam konteks keluhan konsumen? Normatifnya, menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, BPKN dibentuk dalam rangka ‘mengembangkan upaya perlindungan konsumen’.
         Minimal ada lima tugas normatif yang harus diemban badan ini. Pertama, memberikan saran dan rekomendasi kepada Pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen. Kedua, melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen. Ketiga, melakukan penelitian terhadap barang dan jasa yang menyangkut keselamatan konsumen. Keempat, mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Kelima, menyebarluaskan informasi melalui media massa mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen.
        Dengan fungsi demikian, aktivis perlindungan konsumen, Sudaryatmo menilai BPKN tak ubahnya seperti advisory board. Sayang, dengan fungsi demikian saja, BPKN kurang maksimal dan kurang terdengar gaungnya. “Sekarang, sudah fungsinya lemah, diisi orang-orang yang tidak kompeten pula,” kata Sudaryatmo.
        Penilaian serupa datang dari pengacara yang banyak menangani kasus konsumen, David M.L. Tobing. “Namanya saja yang besar. Implementasi perannya tidak,” nilai David. Sudaryatmo memberikan komparasi hubungan antara biaya miliaran rupiah bagi aktivitas BPKN, tetapi rekomendasi badan ini minim. Seharusnya, kata Sudaryatmo, BPKN bisa lebih berperan, terutama tatkala banyak kasus konsumen mencuat ke permukaan seperti sekarang. “Walaupun hanya advisory board, kalau diisi orang yanng punya komitmen, mestinya BPKN bisa bersikap proaktif. Isu konsumen begitu banyak,” ujarnya.
          Sudaryatmo juga berharap DPR bisa berperan saat proses konsultasi, sehingga BPKN diisi oleh orang-orang yang kompeten. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen, BPKN beranggotakan 15 sampai 25 orang yang mewakili semua unsur. Anggota BPKN merupakan representasi unsur pemerintah, pelaku usaha, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, dan akademisi.
         Minimnya gaung badan ini bisa jadi karena ekspektasi masyarakat juga kurang, dibanding dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) misalnya. Selain itu, berdasarkan pengamatan David M.L. Tobing, langkah dan kebijakan BPKN selama ini lebih berat pada upaya melindungi pengusaha ketimbang konsumen. Salah satu yang mengecewakan David adalah tidak jelasnya sikap BPKN terhadap evaluasi klausul baku dalam dunia usaha. Karena itu, David masih belum terlalu percaya bahwa para calon terpilih kelak akan mampu membawa BPKN ke arah perlindungan konsumen yang lebih baik dari sekarang.
        Dari 23 nama kandidat, sebagian besar diisi oleh akademisi. Dari unsur Pemerintah antara lain diwakili mantan Direktur Perlindungan Konsumen Departemen Perdagangan Sri Agustina dan Kepala Biro Perencanaan Departemen Perhubungan Santoso Edy Wibowo. Dari pengusaha tercatat nama Franciscus Welirang, Handaka Santosa, dan Tutum Rahanta Lie. Tiga orang pentolan YLKI juga masuk kandidat yaitu Suhartini Hadad, Indah Suksmaningsih, dan Yusuf Shofie.
        Apapun latar belakang ke-23 kandidat, mereka perlu memaparkan visi dan misi mereka di hadapan anggota Komisi VI DPR mulai 1 Juli nanti. “Kami berharap DPR punya tanggung jawab moral memilih anggota BPKN yang punya komitmen dan kepedulian terhadap perlindungan konsumen,” harap Sudaryatmo. (Mys/M-7/Yoz)

0 komentar:

Posting Komentar

Untuk pengisian Komentar dimohon untuk menulis komentar yang tidak mengandung UNSUR SARA

 
Mitra Konsumen Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template