Media Online Mitra Konsumen "Cerdaskan Anak Bangsa"
Diduga… Restoran, Hotel dan Mal di Surabaya "Nilep" Pajak
Mitra Konsumen - Konsumen restoran dan hotel di Surabaya sampai saat ini sebagian besar belum menyadari bahwa secara langsung ia terkena pajak restoran dan hotel (Pajak Pembangunan I/PP-I). Celakanya dua penjual jasa makan dan minuman serta penginapan masih banyak yang ’menilep’ pajak ini dengan tidak memberikan bill atau bon transaksi tersebut.
Restoran dan hotel berbintang berpotensi menyembunyikan pajak yang harus disetor kepada Pemkot, dan bila tidak mendapatkan pengawasan yang ketat kebocoran makin menjadi-jadi.
Seorang pengusaha elektronik di Surabaya mengatakan bahwa ia makan di sebuah restoran mewah sekitar Tunjungan Plasa dan Mal Galaxy. Ketika membayar makanan dan minuman ia tidak pernah diberi bon. “Hanya sobekan kertas dari kasir yang menyebut total yang harus dibayar. Tentu saja ini nggak benar karena mestinya sobekan total komputer di kasir disertai bon asli Dinas Pajak Daerah,” kata Soentono Seputro.
Ia memberi gambaran betapa konsumen yang menikmati makanan di sebuah restoran tidak pernah menyadari bahwa dari jumlah yang dibayar ia dikutip pajak sebesar 10 persen. Jadi kalau total yang harus dibayar Rp 350.000 maka ia menyumbang Rp 35.000 kepada Pemkot lewat kasir.
“Bisa dibayangkan betapa besarnya hak konsumen yang ditilep restoran dan hotel yang tidak disiplin memberikan tanda terima pajak dan total biaya makannya,” tambahnya.
Memang beberapa waktu lalu ada kampanye ‘Minta Bon ke kasir Restoran’ dan papan pengumuman ‘Harga Makanan sudah termasuk Pajak Pembangunan 10 Persen’. Tetapi sekarang sudah tidak nampak lagi pemberitahuan itu.
Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Jatim, Parlindungan Sitorus SH yang dilapori masalah ini mengusulkan walikota agar gencar lagi mengkampanyekan pajak yang ditanggung konsumen ini.
“Kami akan kirim surat ke walikota dan akan ikut mengawasi restoran maupun hotel yang nakal. Tentu saja lewat laporan masyarakat akan lebih efektif,”katanya.
Menurut Parlin kurangnya sosialisasi PP-I kepada masyarakat dan ketidak pedulian pemkot serta banyaknya pelaku usaha yang nakal mengakibatkan minimnya pendapatan pajak dari sektor ini.
“Padahal ini kan menyangkut pendapatan asli daerah dan jumlahnya ratusan miliar tiap tahunnya, bila masyarakat khususnya LSM turut serta mengawasi, dapat dipastikan pendapatan pajak untuk kota Surabaya akan meningkat,” tambahnya.(as).
Mitra Konsumen - Konsumen restoran dan hotel di Surabaya sampai saat ini sebagian besar belum menyadari bahwa secara langsung ia terkena pajak restoran dan hotel (Pajak Pembangunan I/PP-I). Celakanya dua penjual jasa makan dan minuman serta penginapan masih banyak yang ’menilep’ pajak ini dengan tidak memberikan bill atau bon transaksi tersebut.
Restoran dan hotel berbintang berpotensi menyembunyikan pajak yang harus disetor kepada Pemkot, dan bila tidak mendapatkan pengawasan yang ketat kebocoran makin menjadi-jadi.
Seorang pengusaha elektronik di Surabaya mengatakan bahwa ia makan di sebuah restoran mewah sekitar Tunjungan Plasa dan Mal Galaxy. Ketika membayar makanan dan minuman ia tidak pernah diberi bon. “Hanya sobekan kertas dari kasir yang menyebut total yang harus dibayar. Tentu saja ini nggak benar karena mestinya sobekan total komputer di kasir disertai bon asli Dinas Pajak Daerah,” kata Soentono Seputro.
Ia memberi gambaran betapa konsumen yang menikmati makanan di sebuah restoran tidak pernah menyadari bahwa dari jumlah yang dibayar ia dikutip pajak sebesar 10 persen. Jadi kalau total yang harus dibayar Rp 350.000 maka ia menyumbang Rp 35.000 kepada Pemkot lewat kasir.
“Bisa dibayangkan betapa besarnya hak konsumen yang ditilep restoran dan hotel yang tidak disiplin memberikan tanda terima pajak dan total biaya makannya,” tambahnya.
Memang beberapa waktu lalu ada kampanye ‘Minta Bon ke kasir Restoran’ dan papan pengumuman ‘Harga Makanan sudah termasuk Pajak Pembangunan 10 Persen’. Tetapi sekarang sudah tidak nampak lagi pemberitahuan itu.
Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Jatim, Parlindungan Sitorus SH yang dilapori masalah ini mengusulkan walikota agar gencar lagi mengkampanyekan pajak yang ditanggung konsumen ini.
“Kami akan kirim surat ke walikota dan akan ikut mengawasi restoran maupun hotel yang nakal. Tentu saja lewat laporan masyarakat akan lebih efektif,”katanya.
Menurut Parlin kurangnya sosialisasi PP-I kepada masyarakat dan ketidak pedulian pemkot serta banyaknya pelaku usaha yang nakal mengakibatkan minimnya pendapatan pajak dari sektor ini.
“Padahal ini kan menyangkut pendapatan asli daerah dan jumlahnya ratusan miliar tiap tahunnya, bila masyarakat khususnya LSM turut serta mengawasi, dapat dipastikan pendapatan pajak untuk kota Surabaya akan meningkat,” tambahnya.(as).
0 komentar:
Posting Komentar
Untuk pengisian Komentar dimohon untuk menulis komentar yang tidak mengandung UNSUR SARA