Sabtu, 06 Maret 2010

Pengelolah Parkir Rugikan Konsumen, Kendaraan Hilang Tidak di Bayar

Media Online Mitra Konsumen "Cerdaskan Anak Bangsa"
Pengelolah Parkir Rugikan Konsumen,
Kendaraan Hilang Tidak di Bayar
Mitra Konsumen – Pengawasan terhadap juru parkir kendaraan termasuk terkait menjaga kendaraan milik pemakai jasa parkir dirasakan merugikan konsumen. Celakanya pengawasan dalam bidang pelayanan terhadap penggunan parkir sampai saat ini belum juga maksimal.
Kehilangan barang atau kendaraan yang diparkir sampai saat ini belum dilindungi secara penuh karena kurangnya perhatian pemerintah kota (PEMKOT) Surabaya. Bahkan seenaknya pengusaha perparkiran membuat klausula baku yang merugikan konsumen dan dilarang dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Di tempat-tempat parkir atau tiket parkir bahkan tidak sengan pengusaha perparkiran membuat papan pengumuman dengan tulisan ‘Pengelola gedung tidak bertanggung jawab bila terjadi kerusakan, kehilangan barang dan kendaraan yang diparkir’.
“Ini jelas-jelas merugikan penguna jasa. Mereka ditarik Rp 2000 sampai Rp 3000/jam pertama tetapi  keselamatan kendaraan tidak dijamin,” kata Yuyun Wijaya, seorang notaris di Surabaya.
Mestinya, lanjut ibu seorang anak ini, pengelola gedung parkir harus melindungi konsumen. Toh sekarang ini banyak asuransi yang all risk. “Saya yakin kalau pengawasannya ketat tidak ada kehilangan barang dan kendaraan, sementara premi asuransi juga tidak besar,” tambahnya.
Sementara itu di tempat parkir umum yang tarif rata-rata sekitar Rp 1.000 (mobil), Rp 500 (untuk motor) juga sering kelihatan tidak diberi karcis resmi sebagai tanda penitipan. Yang mengherankan, parkir umum yang dikelola oleh Dinas Perhubungan Surabaya, tanda itu disebut sebagai retribusi jasa pemakaian lahan. Bukan penitipan yang penjaganya bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan kendaraan.
Menurut H.Djaenudin SH.MH seorang advocat senior dan Kepala Divisi hukum Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Jatim, peraturan daerah tentang perparkiran sudah sering direvisi dan diperbaiki, namun sampai saat ini belum ada peraturan yang efektif untuk melindungi konsumen. Namun, konsumen yang merasa di rugikan dapat menggungat penggelolah parkir. “Pengguna jasa parkir dapat menggungat, sebab berdasarkan UUPK pasal 18 tentang ketentuan klausula perjanjian tersebut Batal Demi Hukum,” Jelasnya.
“Memang dulu pernah ada asuransi kendaraan yang diparkir, namun karena kebiasaan penjaga tidak memberi karcis retribusi, mengakibatkan kurangnya bukti dan kehilangan kendaraan tidak bisa diganti,”tambahnya.
Sebenarnya kalau melihat potensi pendapatan dari parkir ini belasan miliar rupiah setiap tahun, mengcover kehilangan atau kerusakan yang terjadi pasti bisa dilakukan oleh Dinas Perhubungan. Cuma goodwill-nya yang kadang-kadang dikesampingkan.(as)

Jumat, 05 Maret 2010

KPP Jatim Dukung Deklarasi Pos Pengaduan LPKSM & KPP

Media Online Mitra Konsumen "Cerdaskan Anak Bangsa"
Mitra Konsumen .- Komisi Pelayanan Publik (KPP) Jatim mendukung penuh Deklarasi Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (LPKNI)  dalam pembentukan Pos Pengaduan Perlindungan Konsumen & Pelayanan Publik pada tingkat kelurahan/desa. Dengan mengandeng seluruh kompenen masyarakat demi terciptanya perlindungan terhadap konsumen dan pelayanan yang prima.
Ketua KPP Jatim, M. Khoirul Anwar, yang ditemui di kantornya menyatakan dukungannya terhadap gagasan yang melibatkan langsung masyarakat. “Komitmen bersama ini perlu didukung penuh karena betul-betul sinergi yang lengkap. Dari sektor birokrasi, masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen bersatu untuk menuju pelayanan public yang prima,” kata  Khoirul.
Menurut ketua KPP Jatim ini, pelayanan public yang prima sebagai cita-cita dibentuknya komisi ini  akan terbantu dengan komitmen yang di Deklarasikan Bersama Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (LPKNI) di Malang, hari Minggu (21 Pebruari 2010).
“Amanah UU nomor 5 tahun 2009 tentang pelayanan publik tentu saja akan menjadi baik bila bergandengan tangan dengan UU nomer 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang dimiliki LPKSM. Sebab inplemtasinya bertujuan membela masyarakat demi terciptanya kepastian akan layanan yang prima dan konsumen tidak lagi dipihak yang dirugikan,” tambahnya.
Masyarakat sekarang ini bebas menyatakan pendapatnya termasuk mengawasi pelayanan publik sehingga dalam era pelayanan ini akan terwujud pelayanan yang prima. “Kami sudah pernah mengusulkan kepada Menteri Pendayaan Aparatur Negara agar para birokrat mendukung cita-cita ini,” terangnya .
Khoirul menunjuk bahwa ada 265 jenis pengaduan ke Komisi Pelayaan Publik selama tahu 2009. Dari pengaduan tersebut, 167 pengaduan sudah ditangani. 31 pengaduan dalam proses klarifikasi, 38 pengaduan proses kelengkapan data, 15 pengaduan tidak dapat diproses dan 14 pengaduan tidak dapat dikategorikan sebagai sengketa layanan public.
Contoh kasus tersebut menunjukkan betapa masyarakat perlu mendapat perlindungan dan solusi bagaimana mengatasinya. “Yang penting sinergi antara lembaga lain dan masyarakat itu sendiri, maka akan tercipta  pelayanan yang ideal,” katanya.
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) sendiri saat ini telah tersebar di berbagai daerah di Indonesia khususnya Jawa Timur. Indahnya bila kedua aktifis pembela masyarakat ini sinergi, dan terbentuk pos-pos pengaduan di seluruh kelurahan/desa di Jawa timur.
Maka masyarakat akan mudah mengadukan birokrasi atau pelaku usaha ‘mokong’. Diharapkan kedepan KPP mendorong birokrasi agar membenahi pengurusan perizinan dan pelayanan yang efisien, dan LPKSM mendorang terciptanya Pelaku Usaha yang bertanggung jawab. (P21/as)



Ribuan Calon Tenaga Menjadi Korban Penipuan

Media Online Mitra Konsumen "Cerdaskan Anak Bangsa"
Mitra Konsumen- Rumah Sakit Islam Yayasan Jamaah Haji Kabupaten Klaten diduga turut serta ‘meloloskan’ penipuan yang memakan korban ribuan masyarakat Jawa Tengah. Rumah Sakit ini kebanjiran job dari CV. Dhani Jaya Klaten yang diduga siluman penipu tenaga kerja
Rumah Sakit Islam Yayasan Jamaah Haji Kabupaten Klaten tergolong bagus dalam pelayanan jasa kesehatan di kota Candi Prambanan ini. Pelayanan jasa dibidang general check up yang akurat, mudah, tepat, cepat, ekonomis dan profesional bukanlah slogan belaka.
Dengan daftar menu Medical Check up yang beragam, pengguna jasa MCU dapat memilih type A dengan tarif Rp. 550.000, type B Rp. 335.000 dan type C untuk prakerja Rp. 125.000.
Hingga Rumah Sakit Islam Klaten kebanjiran job dari CV. Dhani Jaya Klaten yang diduga siluman dan melakukan penipu terhadap pencari tenaga kerja. Diperkirakan ada sekitar 3.000 orang yang telah tes medical di RSI Klaten.
Duga ini di perkuat dengan ribuan tenaga kerja yang berasal dari berbagai kabupaten di Jawa Tengah yang datang ke Klaten. Untuk melakukan medical check up di RSI Klaten yang sebelumnya telah ditentukan oleh Arifin Dalius selaku Direktur CV. Dhani Jaya sebagai pemberi job. General Check Up type C dengan tarif Rp. 125.000 ditarik oleh Arifin Dalius bos CV, Dhani Jaya Rp. 500.000 untuk tahap pertama dan Rp. 300.000 untuk tahap kedua.
Saat Mitra Konsumen berusaha mencari keterangan ke RSI Klaten belum didapat keterangan yang signifikan. Direksi RSI Klaten tidak berkenan untuk ditemui.
Humas RSI Klaten menjelaskan MCU ribuan orang tenaga kerja sebelumnya telah mengadakan MOU antar CV. Dhani Jaya dan RSI Klaten.
Hestin Maha Rani bagian pemasaran RSI Klaten saat di jumpai Mitra Konsumen mengatakan bahwa order MCU sebanyak tidaklah menyalahi aturan.
“Ini tidak menyalahi aturan Mas, dan kita ada MOUnya,”ujar Hestin. Namun setelah diterangkan Mitra Konsumen bahwa diduga telah terjadi penipu Hestin agak kaget dan sambil menunjukkan MOU Medical.
“Saya justru tidak tahu kalau ini ada unsur penipuan dan apakah betul dari sekian ribu orang tidak ada yang diberangkatkan? “tanya Hestin
Endang SE menambahkan “siapapun yang datang akan kami layani, dan soal order MCU dari CV Dhani Jaya tidak ada masalah, bagi kami pembayaran beres.
Namun sangat disayangkan kurangnya kepedulian pihak RSI Klaten atas surat ijin penunjukkan dari Dinas Tenaga Kerja atau rekomendasi Pemda setempat hingga mengakibatkan kerugian pada masyarakat
Jasa kesehatan MCU yang dilaksanakan di RSI Klaten dilakukan oleh ribuan orang yang bertujuan mendapat pekerjaan. Namun yang terjadi mereka menjadi korban penipuan yang diduga terjadi dengan adanya konspirasi jahat untuk mencari keuntungan.
Masyarakat yang jumlahnya ribuan membayar biaya MCU dari kantong mereka sendiri tapi pihak RSI Klaten menutup mata dengan dalih telah memiliki MOU yang mana pembayarannya dari pemberi order.
Menurut informasi yang Mitra Konsumen terima jumlah pengguna jasa MCU ada 3.382 orang, dari jumlah tersebut 30 orang dimasukkan dalam tipe A dengan tarif Rp.550.000.
Selebihnya yaitu 3.352 orang masuk tipe C plus dengan tarif Rp.165.000, diperkirakan pendapatan yang diterima RSI Klaten mencapai Rp 565.580.000. Jumlah peserta MCU dari Kabupaten Demak 801 orang, Jepara 110 orang Purwodadi 174 orang, Cilacap 793 orang, Pemalang 392 orang, Klaten 360 orang dan menurut sumber lain masih banyak dari kota-kota lain.
Sah-sah saja RSI Klaten sebagai salah satu layanan jasa kesehatan menerima jasa medical massal dari pihak manapun. Akan tetapi jika ribuan orang datang dari luar kabupaten untuk melakukan MCU mengapa tidak berusaha koordinasi minimal bertanya pada instansi terkait, atau mengecek terlebih dahulu kegunaan MCU tersebut.
“Semestinya RSI Klaten tidak asal terima order, jangan yang penting dapat uang, lagian penghentian medical bisa saja dihentikan karena MOU hanya 1.200 orang, kok bisa diteruskan hingga 3.382 orang, ada apa ini,”Ujar Ahmad seorang calon tenaga kerja yang merasa ditipu.
Salah seorang peserta MCU dari Purwodadi berucap “Saya ikut MCU di RSI Klaten dengan tujuan bisa bekerja di proyek Cepu BIE, takrewangi utang-utang (hutangpun saya lakukan) agar bisa membayar biaya MCU di Klaten teman-teman bahkan ada yang jual kambing demi bisa ikut MCU di RSI Klaten, tutur Yasmin dari Purwodadi.
Bahkan diperoleh informasi masih banyak pelamar yang terlilit hutang untuk bisa membayar MCU dan kebigungan sebab tidak ada realisasi pekerjaan yang dijanjikan.
Sementara beberapa peserta dari Jepara dan Demak kompak berharap kiranya pihak RSI Klaten mempunyai kebijaksanaan dan kepedulian. Untuk dapat mengembalikan dana yang telah digunakan membiyai MCU tersebut.
“Kami berharap pihak RSI Klaten mau mengembalikan uang kami dan mudah-mudahnya para pengurus RSI Klaten dilimpahkan ridho oleh Nya” kata Sidik dari Jepara.
Namun apakah pihak rumah sakit mau mengembalikan uang para tenaga kerja tersebut. Benarkah RSI Klaten Yayasan Jamaah Haji Kabupaten Klaten tidak mengetahui sejak awal bahwa ribuan orang yang datang untuk MCU adalah merupakan korban penipuan tenaga kerja CV. Dhani Jaya. (P21/Ad)

Warning … Mamin Bermasalah Marak Beredar

Media Online Mitra Konsumen "Cerdaskan Anak Bangsa"
Mitra Konsumen – Produk minuman kemasan yang beredar di masyarakat saat ini perlu mendapat perhatian dari masyarakat.  Konsumen perlu jeli dan hati-hati dalam mengkonsumsi, ini disebabkan maraknya peredaran berbagai merek makanan dan minuman (mamin) bermasalah. Bukan saja minuman mineral sejenis aqua tetapi juga minuman beraroma, manis, jenis susu maupun minuman kemasan berenergi.
Minuman mineral (air bening) dalam kemasan mereknya saat ini tercatat 24 jenis, 126 merek minuman kemasan lainnya sehingga masyarakat perlu hati-hati mengkonsumsinya termasuk dengan merek-merek terkenal. Belum tentu merek terkenal aman dari konsumsi karena banyak hal yang perlu diperhatikan.
Misalnya, kemasannya masih standar atau tidak, tanggal kedaluwarsanya sudah lewat atau belum, tingkat kebeningan airnya masih terjaga atau tidak dan jangan lupa dalam botol tersebut aman dari kotoran atau tidak. Sedang minuman berwarna lainnya biasa dirasakan dari aroma atau baunya.
Kepala Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai POM Surabaya, Suprihadi yang dikonfirmasi masalah ini menyebut masyarakatlah yang harus teliti. Keluhan bisa dilayangkan kepada pihaknya langsung maupun lewat telepon.
Namun ia menunjuk bahwa sebenarnya masyarakat konsumen bisa melihatnya secara kasat mata. Menciumnya dengan hidung yang normal (tidak sakit flu atau lainnya), merabanya dan lainnya yang menyangkut situasi dan kondisi.
Pihaknya sebenarnya pernah mendapat laporan-laporan dari masyarakat seperti air mineral dalam kemasan yang bau atau tidak jernih lagi. Air mineral yang ada cacing kecilnya atau ada benda-benda asing yang ada dalam botol. Atau minuman susu yang membuat kosnumen menderita diare dan lainnya.
 ”Kami punya cara untuk memeriksanya apakah itu kesalahan pabrik ketika mengemas atau ada sabotase pihak-pihak tertentu. Yaitu dengan cara tes tekanan udara dalam botol, keaslian segel kemasan dan warna barang cair dalam botol maupun kemasan,” kata Suprihadi.
Di sini pihak POM tidak akan terkecoh apakah kesalahan terjadi dari pabrik atau sudah beredar di pasar. Dan di setiap kota para pemeriksa non personil POM sudak di didik di Surabaya untuk menangani masalah ini.
Menurut Suprihadi saat ini di seluruh Jawa Timur ada sekitar 200 orang yang pernah dididik dalam Litbang POM dan secara periodik ini telah dilakukan sebagai pasukan mitra kesehatan. Baik itu di Satpol PP-nya, Pemerintahan, Disperindag kota/kabupaten maupun bagian lainnya.
Disinggung tentang  minuman buruk yang ditemukan konsumen, Pak Pri menunjuk pihaknya siap menerima keluhan itu. “Laporkan secepatnya, kami periksa dan biasanya segera kami salurkan ke lembaga terkait,” tegasnya.(as)


PDAM Surabaya Curang, ‘Curi’ Air Konsumen

Media Online Mitra Konsumen "Cerdaskan Anak Bangsa"
Mitra Konsumen – Pelanggan air bersih (PDAM) di Surabaya akhir-akhir ini banyak yang mengeluh soal meter air, baik pada pemeriksaan pemakaian air maupun  banyaknya air yang terpakai karena kekurang telitinya petugas.
Petugas pencacatan meteran seenaknya saja mencatat air pada meter sementara meter air itu sendiri bermasalah. Terkadang jarum meter terlihat terlalu cepat berputarnya. Sehingga pemakaian menjadi meningkat tajam sehingga PDAM dapat dituduh berbuat curang atau dengan tuduhan ‘mencuri’ air.
Pelanggan di Surabaya Barat maupun Surabaya Timur yang ditemui Mitra Konsumen  banyak yang mengeluhkan hal ini, sementara sudah berkali-kali mengadukan kepada petugas, kurang mendapat tanggapan.
“Saya heran, di rumah cuma dihuni dua orang tetapi jumlah pemakaian air melebihi limit kubikasi air. Bayangkan kami tiap bulannya memakai air di atas 30 meter kubik sementara cuci masak dan lainnya relatif sedikit sekali,” kata Ny. Sudarsono, salah seorang warga di Manukan Tama Surabaya.
Minimum pemakaian 10 meter kubik saja menurut ibu guru ini  mungkin tidak  sampai tetapi mengapa bisa 30 kubik bahkan pernah 43 meter kubik. “Saya semula mengira petugasnya yang sembrono, tetapi ketika dari bulan ke bulan saya ikuti ternyata meternya yang kurang beres.
Keluhan lainnya di kawasan Rungkut justru petugas pencatat meter yang kurang teliti dan asal-asalan. “Masak bulan lalu pemakaian air cuma 50 kubik, eh bulan ini dicatat 82 kubik. Wah ini gak beres karena rata-rata pemakaian di rumah kami  hanya sekitar 40 kubik  sebulan,” kata Wahab Ansari, pegawai  negeri sipil ini ketus.
Ketua Dewan Pelanggan PDAM Surabaya, Ali Musyafak Basyir yang dikonfirmasi masalah ini menyebut pihaknya sudah minta kepada Direksi PDAM agar masalah ini ditangani serius.
“Kami sudah koordinasi dengan direksi, bahkan menegur mereka agar keluhan ini diperhatikan. Banyak hal yang harus dibenahi,” kata mantan wartawan ini.
Soal meter air ini harus ditangani serius, pertama soal tera meter harus betul-betul diwujudkan dalam standar yang ditentukan. Kenormalan meter air juga menyangkut hak pelanggan, sementara pencatat meter air juga harus fair dan teliti.
“Kebocoran air secara teknis administratif  bisa muncul dari sektor ini, yang dirugikan tentu saja pelanggan sekaligus PDAM sendiri bisa dikatakan ‘mencuri’ uang dari pelanggan,” katanya.
Soal meter air, menurut Ali sudah melalui uji kelayakan dan standar SNI. Dulu memang terbuat dari besi namun sekarang sebagian memakai meter plastik yang seharusnya juga standar dalam hal mencatat pemakaian air.
Kalau sekarang ada keluhan dari pelanggan, ini harus diperhatikan jangan sampai karena kesal tidak diperhatikan, PDAM dituntut lewat pengadilan oleh pelanggannya.
“Saya juga menanyakan proses osoursing untuk petugas pencatat pemakaian air. Janganlah memakai orang yang malas, tidak profesional. Masak mencatat air cuma dikira-kira saja tanpa melihat meter, ini kan merugikan pelanggan,” tambahnya.
Pelanggan sendiri memang harus teliti dan mencatat pemakaian bulan lalu dan seterusnya sehingga bila terjadi hal yang mencurigakan bisa diklaim ke PDAM.(as)
 
Mitra Konsumen Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template