Minggu, 14 Februari 2010

Waspadai…Penipuan Berkedok Diskon

Media Online Mitra Konsumen "Cerdaskan Anak Bangsa"
Waspadai…Penipuan Berkedok Diskon
Mitra Konsumen – Diskon atau potongan harga yang diberlakukan di pusat-pusat perdagangan seperti Mal, Plaza dan pertokoan saat ini nampaknya perlu mendapatkan pengawasan dan perhatian khusus. Hal ini mengingat maraknya penawaran berkedok diskon. Padahal harga barang terlebih dahulu dinaikkan dan terkadang kwalitasnya sudah menurun.
Menjelang hari-hari besar seperti Imlek, Valentine Days yang ketepatan jatuh di bulan yang sama dengan shio Macannya terlihat jelas hampir seluruh pelaku usaha (pedagang) menawarkan diskon. Bahkan hari jadi kota Surabaya pada bulan Mei setiap tahunnya  mengadakan Big Sale dengan pesta diskon besar-besaran.
Menurut Supriharto seorang manager property di Surabaya ini hanya merupakan akal-akalan pedagang untuk menarik minat konsumen. ”Saya melihat ini hanya akal-akalan pedagang, Saya beli baju di Tunjungan Plaza (TP) harganya Rp 150 ribu setelah diskon 20 persen. Ternyata bulan Januari lalu harganya bahkan Rp 147.000. Nah ini pasti yang lainnya juga dinaikkan dulu baru didiskon,” kata Supriharto.
Konsumen menurut dia harus berhati-hati dengan penipuan berkedok penawaran diskon. Semestinya konsumen harus tahu harga pasar terlebih dan pelaku usaha jangan membohongi masyarakat dengan cara diskon tipu-tipu.
Selain itu, memberi diskon besar dengan menjual barang yang tidak berkualitas jelas merugikan konsumen. Pedagang harus lebih bertanggungjawab mengatakan dengan jujur bahwa barang yang dijual adalah merupakan barang obralan daripada membohongi dengan janji memberikan diskon.
”Barang diskon memang pasti ada alasannya. Pertama karena kurang laku, kedua karena turun kualitasnya, ketiga menurunkan keuntungan karena mengejar omset,” kata Alex Werdian salah seorang dosen managemen di perguruan tinggi swasta di Surabaya.
Menurut Alex, di dalam bisnis, etika dagang jarang dilakukan terutama kepada konsumen. Etika dagang antara sesama pedagang biasanya sangat dipegang, tetapi etika ke masyarakat sebagai end user kurang diperhatikan.
“Yang lebih parah lagi bila pedagang hanya mengejar untung saja maka konsumenlah yang jadi korban. Contohnya, harga kulak Rp 40 ribu dijual Rp 100 ribu kemudian didiskon 30 persen, ini kan nggak fair,” tambahnya. Alex mengaku ini merupakan trik pedagang namun menurutnya janganlah keterlaluanan.
Sekretaris Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Provinsi Jawa Timur Syu’eb SE, yang dikonformasi masalah ini mengatakan bahwa pedagang yang melakukan diskon/iklan dengan cara penipuan jelas bertentang dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomer 8 tahun 1999 pasal 9 ayat (1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklan-kan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah : butir a).barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.
“Pedagang yang melakukan diskon dengan cara-cara curang dapat dikenakan pidana dengan UUPK  pasal 62 dengan ancaman 5 tahun penjara,”terang Syu’eb
Menurutnya bila konsumen merasa dirugikan dapat mengadu ke LPKSM berkantor di Jl.Pandegiling no.246 Surabaya. “Kami akan berkoordinasi dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Perdagangan atau Penyidik Kepolisian,” tambahnya.
Khusus diskon hari jadi Surabaya bulan Mei 2010, pihaknya nanti akan berkoordinasi dengan Pemkot dan minta agar Big Sale khusus ulang tahun hari jadi Surabaya ini jangan dinodai dengan tipu-tipu diskon.(as)

Balai POM Surabaya Cermati...! Pewarna Mamin Berbahaya

Media Online Mitra Konsumen "Cerdaskan Anak Bangsa"
Balai POM Surabaya, Cermati...! Pewarna Mamin Berbahaya
Mitra Konsumen – Di antara 10 bahan tambahan pangan (BTP) yang paling banyak digunakan sekaligus mengancam kesehatan masyarakat adalah bahan pewarna untuk makanan jadi atau setengah jadi. Terutama pewarna buatan yang berbahaya dan terlarang adalah Metanil Yellow dan Rhodarmin B.
Beberapa kali diadakan razia oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), penggunaan zat pewarna tersebut masih saja ditemukan. Hal ini karena di samping warnanya yang sangat menarik bila diadon dengan makanan, juga harganya relatif murah sehingga oleh pedagang dianggap menguntungkan bisnisnya.
Celakanya menurut pengamatan, bahan pewarna ini juga digunakan oleh industri rumahan yang memproduksi makanan dan minuman secara massal. Di samping tentu saja para pedagang kecil yang menjual manisan atau minuman berwarna di sekitar sekolah, perumahan atau pasar tradisional.
Zat pewarna itu sendiri  sebenarnya tidak mempengaruhi aroma atau rasa makanan namun kegunaaannya hanya untuk menarik perhatian saja dan ternyata menurut beberapa pedagang (pembuat), pengaruhnya cukup besar terhadap tingkat lakunya makanan atau minuman ini. Namun bagi kesehatan bahan ini jelas dapat menurunkan daya tahan tubuh dan menimbulkan penyakit seperti kanker,tumor dsb.
Menurut kepala Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) BPOM Surabaya, Suprihadi, dari sepuluh bahan tambahan pangan (BTP) pewarna memang menonjol pemakaiannya. Sebenarnya Balai POM telah berulangkali mengadakan sosialisasi  tentang bahan pewarna. Ada beberapa bahan pewarna yang aman dipakai seperti Karamel,  Beta-karoten, Klorofi, Kurkumin dan lainnya.
“Selain pewarna, zat pemanis buatan juga perlu mendapat perhatian. Dengan zat bukan gula ini makanan bisa lebih manis, membantu mempertajam rasa manis, atau dimasukkan agar kalorinya lebih rendah untuk pengidap diabetes,” katanya sambil menunjuk leaf left petunjuk yang secara rinci memberikan informasi 10 BTP.
Zat pemanis yang diizinkan Alitam, Sukralosa, Maltitol, Sakarin, Siklomat, Neotarm, dan lainnya. Bahan pemanis ini sudah berdar di pasaran dan harganya relatif tidak mahal.
Di samping itu bahan pengawet juga kini menjadi tren dan banyak digunakan industri makanan dan minuman. Seperti benzoat, nitrit, sulfit, sorbat, propionat boleh digunakan. Penyedap rasa dan penguat rasa seperti vetsin yang disebut monosodium glutamat (MSG) masih diperbolehkan asal penggunaannya tidak berlebihan.
Saat ini yang  sedang  digemari pelaku usaha rumahan adalah pemantap makanan dan pengental sekaligus pengemulsi. Juga bahan antioksidan agar makanan tidak mudah tengik. Oksidan digunakan untuk menahan proses oksidasi lemak atau minyak dalam makanan.
BTP lainnya yang banyak digunakan sementara ini Antikempal biasanya berbentuk tepung atau bubuk. Pemutih makanan sekarang juga digunakan karena membantu percepatan pematangan sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
Ada lagi zat pengeras yang fungsinya untuk memperkeras makanan dan tidak mudah lembek. Dan yang terakhir adalah Sekuestran, bahan makanan tambahan pengikat logam dalam makanan sehingga memantapkan warna dan tekstur makanan sekaligus zat ini mencegah perubahan warna.(as)

Formalin Marak Beredar di Jawa Timur

Media Online Mitra Konsumen "Cerdaskan Anak Bangsa"
Formalin Marak Beredar di Jawa Timur
Mitra Konsumen -  Beberapa tahun waktu yang lalu sekitar  desember  2005 hasil monitoring Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (Balai POM) Surabaya. Mendapati belum adanya pengendalian peredaran terhadap bahan pengawet seperti Formalin dan diidapati tujuh pengecer bahan kimia (formalin) di Surabaya. Saat ini peredarannya kembali merajalela dan jelas merugikan kesehatan. Bahan pengawet jenis  Formalin dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, mengganggu fungsi hati, ginjal, dan sistem reproduksi.
Dasar hukum yang melarang penggunaan formalin jelas tertulis dalam  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 204, Undang-Undang Nomer : 7 tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang Nomer : 8 tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomer : 23 Tentang Kesehatan. 
Menurut ketentuan Pasal 204 KUHP Pelaku usaha yang menggunakan formalin  diancam kurungan 15 tahun penjara.  Untuk pedagang yang menggunakan bahan formalin dalam makanan dan Minuman (Mamin) berdasarkan Undang-Undang Nomer : 23 tentang Kesehatan, dikenakan sanksi 15 tahun penjara dengan denda maksimal Rp 300 juta.
Berdasarkan hasil pemantauan Penelitian dan Pengembangan Perlindungan Konsumen Jawa Timur Yudianto bahwa Mie basah yang beredar di pasar fositif mengandung Formalin.
“Sesuai dari hasil yang kami dapatkan, mie basah yang beredar di Surabaya mengandung Formalin”Ujar Yudi yang dikenal akrab dengan panggilan Panjol. ”Namun yang menjadi persoalan apakah aparat dan pemerintah peduli terhadap temuan kita, beranikah mereka menangkap dan memenjarakannya,”kata Panjol.
Dalam Undang-Undang Nomer 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pelaku usaha yang menggunakan formalin telah melanggar pasal 8, dengan ancaman dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).(P21)
Media Online Mitra Konsumen "Cerdaskan Anak Bangsa"
Diduga… Restoran, Hotel dan Mal di Surabaya "Nilep" Pajak
Mitra Konsumen -  Konsumen restoran dan hotel di Surabaya sampai saat  ini sebagian besar belum menyadari bahwa secara langsung ia terkena pajak restoran dan hotel (Pajak Pembangunan I/PP-I). Celakanya dua penjual jasa makan dan minuman serta penginapan masih banyak yang ’menilep’ pajak ini dengan tidak memberikan bill atau bon transaksi tersebut.
Restoran dan hotel berbintang berpotensi menyembunyikan pajak yang harus disetor kepada  Pemkot, dan bila tidak mendapatkan pengawasan yang ketat kebocoran makin menjadi-jadi.
Seorang pengusaha elektronik di Surabaya mengatakan bahwa ia makan di sebuah restoran mewah sekitar Tunjungan Plasa dan Mal Galaxy. Ketika  membayar makanan dan minuman ia tidak pernah diberi bon. “Hanya sobekan kertas dari kasir yang menyebut total yang harus dibayar. Tentu saja ini nggak benar karena mestinya sobekan total komputer di kasir disertai bon asli Dinas Pajak Daerah,” kata Soentono Seputro.
Ia memberi gambaran betapa konsumen yang menikmati makanan di sebuah restoran tidak pernah menyadari bahwa dari jumlah yang dibayar ia dikutip pajak sebesar 10 persen. Jadi kalau total yang harus dibayar Rp 350.000 maka ia menyumbang Rp 35.000 kepada Pemkot lewat kasir.
“Bisa dibayangkan betapa besarnya  hak konsumen yang ditilep restoran dan hotel yang tidak disiplin memberikan tanda terima pajak dan total biaya makannya,” tambahnya.
Memang beberapa waktu lalu ada kampanye ‘Minta Bon ke kasir Restoran’ dan papan pengumuman ‘Harga Makanan sudah termasuk Pajak Pembangunan 10 Persen’. Tetapi sekarang sudah tidak nampak lagi pemberitahuan itu.
Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Jatim, Parlindungan Sitorus SH yang dilapori masalah ini mengusulkan walikota agar gencar lagi mengkampanyekan pajak yang ditanggung konsumen ini.
“Kami akan kirim surat ke walikota dan akan ikut mengawasi restoran maupun hotel yang nakal. Tentu saja lewat laporan masyarakat akan lebih efektif,”katanya.
Menurut Parlin kurangnya sosialisasi PP-I kepada masyarakat dan ketidak pedulian pemkot serta banyaknya pelaku usaha yang nakal mengakibatkan minimnya pendapatan pajak dari sektor ini.
“Padahal ini kan menyangkut pendapatan asli daerah dan jumlahnya ratusan miliar tiap tahunnya, bila masyarakat khususnya LSM turut serta mengawasi, dapat dipastikan pendapatan pajak untuk kota Surabaya akan meningkat,” tambahnya.(as).
 
Mitra Konsumen Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template